Kontestasi Geopolitik di Sekitar Wilayah Perairan Indonesia

Mas Han     09.13     0
Persaingan geopolitik di Samudera Hindia




Letak geografis Negara Indonesia, berbatasan langsung dengan wilayah laut dan perairan yang tengah berlangsung persaingan geopolitik di Kawasan Asia Pasifik, khususnya di perairan Samudera India, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Persaingan di kawasan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan negara-negara Asia Pasifik dalam  kaitan dengan isu energi. Bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik isu energi merupakan salah  satu isu krusial. Karena banyak negara di wilayah ini mempunyai ketergantungan terhadap energi fosil (minyak dan gas bumi). Munculnya negara-negara kekuatan ekonomi baru di kawasan seperti Cina, Korea Selatan, India dan beberapa negara Asia Tenggara, berbanding lurus dengan meningkatnya pemenuhan kebutuhan energi mereka. China dan beberapa negara kekuatan ekonomi baru, berkepentingan dalam pemenuhan kebutuhan energinya yang besar untuk industri, sedangkan negara-negara Asia Tenggara juga mulai tumbuh menjadi negara industri yang memerlukan pasokan energi yang besar pula.
Negara lain di kawasan Asia Pasifik yang terus meningkat kebutuhan minyaknya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina dan India. Amerika Serikat merupakan satu dari sedikit negara yang mampu melaksanakan swasembada energi, namun minyak dan gas bumi adalah pengecualiannya di mana setiap hari negara itu mengimpor 4,7 juta barel per hari pada 2004. Tingginya akan pasokan kebutuhan minyak dari luar negeri membuat negara itu aktif mencari sumber energi di luar negeri dengan segala cara, termasuk melalui penggunaan kekuatan militer. Jepang sebagai negara industri terbesar di Asia Timur sangat tergantung pada impor minyak, di mana pada 2004 mengimpor 5,449 juta barel per hari. Ketergantungan pada impor minyak membuat isu keamanan energi Jepang mempunyai hubungan erat dengan kebijakan pertahanannya, karena kegagalan militer negeri itu di masa lalu mengamankan garis perhubungan lautnya berkontribusi pada kekalahan dalam Perang Dunia Kedua. Cina  juga  terus  meningkat  kebutuhan  pasokan  minyak  dari luar negeri, di mana pada 2005 mengimpor 3,181 juta barel per hari. Ketergantungan Cina terhadap impor minyak diperkirakan akan meningkat dari 40 persen pada 2004 menjadi 50 persen pada 2020. Mengingat bahwa Cina ke depan akan terus tergantung pada minyak impor, kebijakan pertahanan dan luar negeri Cina diarahkan untuk mengamankan pasokan energi dari luar negeri. India yang tengah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi kawasan pada 2005 diperkirakan mengimpor minyak sebesar 2.09 juta barel per hari. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi India, sejak pertengahan 1990-an kebijakan pertahanan dan luar negeri India salah satunya diarahkan pada pengamanan pasokan minyaknya dari luar negeri.(FKPMaritim, 2007).
Di kawasan Asia, China muncul sebagai new emerging power dan great economic power di tatanan dunia global. Pada saat Angkatan Laut Amerika Serikat sedang dalam masa sulit terutama dalam proses pengadaan kapalnya dan sedang berjuang untuk menyesuaikan postur Angkatan Lautnya dalam menghadapi penurunan pertumbuhan PDB, sebaliknya anggaran pertahanan China telah meningkat dua digit dalam dua dekade. Bahkan sektor ekonomi China sendiri meskipun juga imbas dari krisis global, diprediksi akan meningkat sekitar 8 atau 10 persen per tahun dalam tahun-tahun mendatang (Kaplan: 2010). Dengan pertumbuhan ekonomi China yang meningkat secara signifikan di kawasan tersebut, menyebabkan Amerika Serikat kembali mengalihkan fokus perhatiannya pada kawasan Asia Pasifik. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi China mendorong China untuk menanamkan investasi di negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik dan kawasan-kawasan lainnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kekuatan ekonomi China, maka secara rasional China pun akan berupaya meningkatkan kekuatan dan kapabilitas militernya.  Persenjataan bawah laut China meliputi dua belas kapal selam diesel-listrik perusak kawal-rudal kelas Kilo, dipersenjatai dengan wake-homing torpedo, tiga belas kapal selam Song-class yang sama dengan kilo, dua kapal selam nuklir Shang-class, dan satu kapal selam rudal-balistik nuklir Jin-class, dengan tiga lagi sedang dalam proses pembuatan (Kaplan, 2010). Hal inilah yang menjadi ancaman bagi Amerika Serikat. Secara khusus China meningkatkan kekuatan Angkatan Lautnya. Yang ditujukan sebagai upaya mengembangkan dan mempertahankan pengaruhnya di Laut China Selatan, yang masih dalam sengketa perebutan wilayah di Kepulauan Spartly dan Paracel. Dengan terus meningkatnya hegemoni China di kawasan Asia Pasifik yang berarti akan mengancam kebebasan pelayaran di Laut China Selatan, sehingga bisa merugikan negara-negara di Asia Timur yang ekonominya bergantung dari Jalur Selat Malaka–Laut China Selatan. Imbasnya juga akan dirasakan Amerika, karena negara-negara Asia Timur merupakan mitra dagang Amerika yang strategis.
Amerika Serikat sudah pasti akan membendung dengan segala cara munculnya negara-negara lain sebagai peer competitor-nya, karena kemunculan itu akan mengganggu perannya dalam percaturan global. Dari semua negara di dunia saat ini, China dipandang oleh banyak pihak, termasuk oleh Amerika Serikat sendiri, akan menjadi peer competitor di masa depan. Oleh karena itu, dengan segala cara Amerika Serikat akan menghalangi kemunculan China sebagai pesaing di masa depan. Salah satunya adalah dengan mengendalikan jalur pasokan energi China memanfaatkan superioritas militer Amerika Serikat, khususnya Angkatan Lautnya, yang mampu beroperasi secara global.
Selat Malaka adalah chokepoint penting bagi perdagangan minyak dunia karena besarnya jumlah minyak melintas melalui selat itu, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam dekade yang akan datang. Adanya keinginan dari beberapa negara pengguna untuk mengamankan perairan Selat Malaka, di samping menimbulkan tantangan dari beberapa negara pantai, juga menimbulkan ketidaksukaan pada negara-negara lain yang turut merasa berkepentingan di Selat Malaka. Salah satu negara yang bersikap demikian adalah China, karena China memandang inisiatif demikian merupakan agenda terselubung untuk mengganggu pasokan energinya dari Timur Tengah (FKPMaritim, 2007).
Sedangkan persaingan geopolitik di perairan Samudera India, terjadi antar negara-negara aktor kawasan seperti Amerika Serikat, Jepang dan India yang bereaksi atas mempunyai kekhawatiran terhadap manuver politik China di kawasan Asia Tenggara dan Samudera India. Misalnya kerjasama pertahanan antara China dengan Pakistan dan kian eratnya hubungan China dengan beberapa negara pantai Selat Malaka. Untuk membendung manuver politik di China di Asia Tenggara dan Samudera India, ketiga negara tersebut secara bilateral telah melakukan beberapa kerjasama, seperti perjanjian pertahanan Jepang-India. Begitu pula dengan kerjasama pertahanan dan militer antara Amerika Serikat-India yang meningkat sejak 2002, di antaranya melalui Latihan AL Bersama Tahunan bersandi Malabar (FKPMaritim). Jepang menganggap bahwa pengamanan garis perhubungan laut sebagai sesuatu yang vital dan terkait dengan hidup matinya negeri tersebut. Terkait dengan pasokan energi, perairan Selat Malaka dan Samudera India adalah dua perairan vital bagi jalur energinya. Dalam strategi keamanan energi Jepang, faktor China mendapat perhatian besar karena ada kekhawatiran bila China mampu melakukan dominasi terhadap Samudera India, maka hal itu akan mengancam keamanan energinya. Selain di Samudera India, Jepang juga memperhatikan dengan seksama aktivitas China di Selat Malaka.
Dampak dari persaingan geopolitik antara aktor-aktor utama kawasan. akan terasa nyata di perairan yurisdiksi Indonesia, khususnya di perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia dan sekitarnya. Karena sebagai negara yang secara geografis berada di tengah-tengah arena rivalitas geopolitik tersebut, akan menjadikan perairan Indonesia sebagai jalur pergeseran kapal-kapal perang menuju daerah konflik. Mengingat posisi Laut Jawa yang secara langsung berdampingan dan terhubung dengan Samudera Hindia, Laut China Selatan dan Selat Malaka. Atau, Laut Jawa akan menjadi rute alternatif bagi kapal-kapal niaga yang menghindari wilayah perairan yang sedang dilanda konflik. Dan yang lebih parah lagi, bisa jadi justru konflik yang terjadi menggunakan area perairan di wilayah yurisdiksi Indonesia contohnya di jalur ALKI.
Peran Indonesia di Kawasan regional Samudera Hindia
Untuk menghindari adanya persaingan dan perebutan pengaruh di kawasan regional Samudera Hindia, diperlukan upaya yang lebih besar untuk menjaga stabilitas kawasan. Dan di sinilah Indonesia dapat memainkan peran untuk membuat sebuah forum regional. Indonesia memiliki posisi yang cukup ideal untuk menerapkan konsep persamaan di Samudera Hindia khususnya karena di Samudera Hindia, Indonesia juga tidak memiliki konflik dengan negara lain. Bersama Malaysia dan Singapura, Indonesia bahkan mencontohkan  kerjasama keamanan trilateral dalam Malacca Strait Sea Patrol. Indonesia memiliki potensi untuk mempengaruhi arah dan bentuk dinamika kawasan Samudera Hindia. Berkaca pada kelihaian diplomatiknya di Asia Tenggara dan Pasifik, Indonesia pasti bisa melakukan hal yang sama untuk membentuk sebuah forum kerjasama regional di Samudera Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan konsep Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia, sehingga Indonesia bisa memainkan perannya sebagai negara maritim, termasuk dalam kebijakan luar negeri di Samudera Hindia ini. 

KRI Dewaruci (Morals, Ingenuity Courage and Loyalty)

Mas Han     18.43     4
Brief History of KRI Dewaruci

Built in 1952 by H.C. Stulcken & amp; Sohn Hamburg, West Germany, and Launched on January 24, 1953. The Ship was sailed to Indonesia by the Indonesian naval officers and Cadets.

Ever since, the ship has been utilized as training ship in the Indonesian Naval Academy based in Surabaya, for which she has cruised both inland waters and overseas.



About The Name


Most of Javanese Philosophies of life follow the Hindu epic, Ramayana and Mahabharata, former from India. The epic always render good and evil characteristics of people and considered as guidance of life. However, the Javanese have their own versions, which are some sort of sub stories of the epic, written according to their own value system. One of such is episode of Dewaruci, as performed in the shadow-puppet play. 

Dewaruci is the God of truth and courage. The play conveys a deep philosophy of the life, represented by a good character called Bima or Bratasena, the second of the five brother of Pandawa from Amerta Kingdom. Bima’s cousins from Astina Kingdom, the one hundred Kurawa’s brothers, representing the evil, are always jealous of the Pandawa who exceed them in all aspects. Both families, the Pandawa and Kurawa have one Guru ( the man who hold position as a spiritual advisor and teacher), the great priest Dorna. Since Dorna live in Astina, the Kurawa has stronger influence on him than the Pandawa and request him to give an imposible assignment to Bima to find “Tirta Amerta”, because Bima always strives for the best of all human beings.

Being obedient to his Guru, Bima start searching for the “Tirta Amerta”, the water of life. In his journey, when he is about to faint after fighting a gigantic dragon, he sees Dewaruci and tell him that he has been ordered by Guru to find “Tirta Amerta”.

He has to enter dewaruci’s body that is very small compared to his own. Finally, within the body of Dewaruci, Bima found the truth, which is Dewaruci himself. Dewaruci is, in fact, the transformation of Sang Hyang Wenang, the Supreme God.

In his strive for truth, Bima has to over came an enormous number of barriers, but because of his devotion and courage, he can achieve what he searches for.

By using the name Dewaruci, for the Indonesian Navy training ship, the crew and cadets would, wishfully, follow the noble character of Bima. 

Missions of KRI Dewaruci

KRI Dewaruci’s Overseas sailing has a mission of :
1. Avenue for sea training of theIndonesia Naval cadets.
2. An Ambassador of goodwill in tourism, culture and information about Indonesia.
3. International Relationship.



Ship Data


Type : Barquentine.


Sail : 16 Sails, area 1091 m2.


Foremast (35.25m).
1. Flying jib.
2. Outer jib.
3. Middle jib.
4. Inner jib.
5. Royal sail.
6. Top gallant sail.
7. Upper top sail.
8. Lower top sail.
9. Fore sail.


Mainmast (35.87m).
1. Main top gallant sail.
2. Main top mast stay sail.
3. Mai stay sail.
4. Main top sail.
5. Main sail.


Mizzenmast (32.50m).
1. Mizzen top sail.
2. Mizzen sail.


• Dimension Length : 58.30 meters.
• Propultion : One 986 HP Diesel Engine 4 blades propeler.
• Beam : 9.50 meters.
• Draft : 4.50 meters.
• Speed Engine : 10.5 knots.
• Weight : 847 tons.
• Under Sail : 9 knots.
• Crew 81 and sailors, in addition, she carries a total 75 cadets.

Negara Maritim, sebuah visi yang hilang

Mas Han     23.48     3


“Nenek moyangku seorang pelaut,

gemar mengarung luas samudera,
.........”

Bait lagu di atas menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut, hal itu seringkali dijadikan dasar logika yang menganggap bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bervisi maritim. Memang kalau kita lihat berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim. Kejayaan maritim Nusantara terungkap dari peristiwa masa lalu. Salah satu kejayaan maritim Nusantara yang terkait dengan dunia global, adalah pada sektor perdagangan dan transportasi laut yang berkembang pesat saat itu. Hasil bumi Nusantara khususnya rempah-rempah yang demikian tinggi nilainya di pasaran dunia, telah merangsang saudagar manca negara melakukan perdagangan melalui lautan.
Pada saat yang sama lahirlah kerajaan-kerajaan Islam pantai sebagai bagian mata rantai dari perdagangan dunia dan hal itu ditandai dengan berakhirnya kerajaan Majapahit (abad ke 15). Kerajaan-kerajaan Islam pantai tersebut meletakkan kekuatannya pada perdagangan laut. Pelabuhan kerajaan-kerajaan maritim yang lebih terkenal dengan istilah Bandar yang berarti daerah wilayah perdagangan yang dipimpin oleh penguasa pelabuhan dengan gelar Syah Bandar, berkembang Bandar pelabuhan pada saat itu termaju adalah Pasai di Aceh, Banten, Demak, Cirebon, Tuban, Gresik, Makasar (Kerajaan Goa dan Tallo), Buton, Ternate , Tidore, Jaylolo dan Bacan yang kesemuanya merupakan kota-kota pelabuhan atau Bandar yang menjadi lintasan perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Maluku menuju India melalui Selat Malaka dan kemudian menyebar ke Timur Tengah sampai Eropa.
Kerajaan-kerajaan di Nusantara mengalami masa-masa kejayaan sebelum munculnya kolonialisasi Eropa, dimana hubungan politik dan perdagangan kerajaan-kerajaan tersebut dibangun hanya sebatas pada lingkup Asia. Sebelumny,a pada masa kerajaan Osmania Turki hubungan tersebut bisa mencapai kawasan Eropa. Kerajaan Osmania Turki mempunyai hegemoni perdagangan rempah-rempah Indonesia di India dan Timur Tengah. Untuk masuk pasaran Eropa maka saudagar Turki menggunakan pelabuhan Venesia di Italia.
Namun, sejak kedatangan para kolonialis Eropa yang tujuan awalnya untuk berdagang telah merubah peta hubungan internasional dimana berbagai kerajaan Nusantara tersebut, secara politik-ekonomi hanya berposisi sebagai objek perdagangan. Akhirnya, eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara mengalami kemunduran pada masa kolonialisme Eropa. Pada masa kolonialisme Eropa, kerajaan-kerajaan di Nusantara juga mudah sekali di adu domba, disamping itu banyak pemerintahan kerajaan yang ‘bermain mata’ dengan melindungi kepentingan modal asing, sampai akhirnya terjadi gelombang besar masuknya investasi Barat di Indonesia pasca periode tanam paksa dan revolusi industri. Kolonialisasi Eropa di Indonesia telah menciptakan konflik yang berada diatas daratan dimana proses perjuangan kemerdekaan bangsa juga diletakkan pada ruang hidup dan ruang juang didaratan.
Kejayaan Kerajaan maritim Nusantara yang bervisi maritim lainnya yang harus kita ingat seperti telah tertulis dalam sejarah adalah kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar Nusantara yang pernah besar dengan kekuasaannya yang mencapai hingga kawasan Asia Tenggara karena ketika itu mereka menganut visi maritim dalam mengembangkan negaranya. Demikian juga dengan Kerajaan majapahit dengan kisah Mahapatih Gajah Mada yang bisa menyatukan Nusantara. Tentunya dengan berbekal kekuatan laut yang sangat kuat.
Pembangunan maritim Indonesia sebenarnya merupakan pengulangan sejarah dari kejayaan martim Nusantara yang terhenti akibat visi pembangunan yang terlampau berpihak pada pembangunan kontinental. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini bisa dikembalikan dan ditumbuhkan lagi, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali berwawasan maritim (maritime orientation) dan bukannya berorientasi daratan ( continental orientation). Tentu saja visi ini terkait langsung dengan kondisi geografis Indonesia di mana 75% wilayahnya berupa lautan atau 5,8 juta kilometer persegi, sedangkan daratannya sekitar 1,8 juta kilometer. Semenjak Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara di dalam setiap perundingan bilateral, trilateral, dan multilateral dengan negara-negara di dunia ataupun di dalam setiap forum-forum internasional. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Indonesia yang merupakan Archipelago State adalah sebuah konsep negara kepulauan yang tidak dapat dipisahkan dari konsep kekuatan dilaut. Pemakaian dan pengendalian laut saat ini dan jauh sebelumnya merupakan faktor yang penting dalam pembangunan negara kepulauan. Untuk itu, dalam rangka mewujudkan negara maritim diperlukan landasan yang kuat yang didukung oleh beberapa komponen potensi-potensi maritim yang saling terkait satu sama lain, diantaranya Pelayaran Niaga, Perikanan, Industri Maritim/Perkapalan, Pengeboran Minyak Lepas Pantai, Pariwisata Bahari dan sebagai penunjang Angkatan Laut. Selain itu adanya industri maritim yang kuat dan mampu memproduksi kapal - kapal untuk memenuhi kebutuhan armada yang diperlukan untuk mendukung keenam unsur tersebut.

Pemimpin dan bangsa yang bervisi maritim
Untuk mewujudkan negara yang bervisi maritim, tentunya harus di mulai dari sosok pemimpin yang bervisi maritim, atau setidak-tidaknya yang paham akan visi maritim bangsa dan dunia maritim. Setelah itu yang perlu disepakati bersama adalah visi maritim bangsa Indonesia. Sebuah visi yang akan diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat maupun Pemerintah Indonesia di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya, juga keamanan dan pertahanan. Dalam level lokal, nasional,dan global. Para pemimpin bangsa harus bisa melaksanakan program-program yang sesuai denga visi maritim bangsa Indonesia. Jadi, pemimpin dalam hal ini Presiden harus bisa memperlihatkan ide-ide dalam tataran tujuan (goals) dan sasaran (objectives), harus bisa dan mampu menjalankan tujuan (goals) dan sasaran (objectives) tersebut. Di sinilah kabinet yang paham akan dunia maritim mutlak diperlukan. Semua sektor di Indonesia ini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan maritim. Pemimpin boleh berganti-ganti, tetapi visi maritim bangsa harus tetap satu dan berkesinambungan. Demikian juga tak kalah pentingnya dukungan dari staff nya yang betul-betul mengerti akan dunia Kemaritiman Nasional dan Internasional.
Visi besar tentang negara maritim akan terwujud bila ada kekuatan politik besar yang mendorongnya, khususnya pemimpin nasional. Dan di dukung oleh kesamaan visi maritim bangsa yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa sesuai bidangnya masing-masing.

12 Pulau Terluar Rentan Diambil Negara Asing

Mas Han     21.08     1


JAKARTA–MI: Sedikitnya 12 pulau terluar milik Indonesia sangat rentan diambilalih oleh negara asing di perbatasan. Bila tidak segara diantisipasi, tidak mustahil, status kepemilikan pulau tersebut bakal lepas dari tangan Indonesia.

“Ini sebetulnya masih rahasia. Tapi sejumlah negara tetangga di perbatasan tercium tengah melakukan upaya guna meraih pulau itu. Bahkan tim bentukan Perpres No 78/2005 (tentang ppulau terluar) pun telah merekomendasikan agar ke-12 pulau itu perlu mendapat perhatian khusus,” beber Sekertaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Siti Nurbaya Bakar, kemarin, di Jakarta.

Saat didesak, Siti menolak menjelaskan perihal upaya pengambilalihan pulau oleh negara lain itu. “Itu urusan Dephan. Tidak enak bila saya yang membeberkan,” elaknya.

Secara garis besar, bentuk ancaman bermacam-macam. Ada yang dalam bentuk pembalakan liar, seperti yang terjadi di Kalimantan Barat. Aparat tidak bisa berbuat banyak, lantaran pengusahan negara tetangga telah memberi ‘mahar’ pada sejumlah oknum petugas.

Lainnya seperti, pengambilan pasir yang diekspor guna perluasan negara tetangga. Bila ini didiamkan, niscaya garis batas pantai negara tetangga bakal makin menjorok masuk ke wilayah Indonesia.

Bahaya lain adalah klaim kepemilikan yang sudah lama secara terbuka diajukan negara tetangga. Contohnya Pulau Batik yang diakui sebagai milik Timor Leste.
Ke-12 pulau yang terancam itu menurut Siti adalah Pulau Rondo, Pulau Sekatung, Pulau Nipa, Pulau Berhala, Pulau Miangas, Pulaua Marapit, Pulaua Bross, Pulau Fanildo, Pulau Marore, Pulau Batik, dan Pulau Dana.

Pulau-pulau tersebut terhampar mulai dari wilayah Aceh, Jambi, Kepri, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua.
Tercatat ada 92 pulau terluar yang ada di wilayah Nusantara. Luas pulau rata-rata 0,02 hingga 200 kilometer persegi. Hanya 50% dari 92 pulau terluar tersebut berpenghuni.

Terdapat 10 negara yang berdekatan dengan pulau terluar Indonesia. Negara tetangga itu antara lain Australia, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, dan Timor Leste.

Kendati semenjak kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan kita telah banyak banyak berubah, namun posisi Indonesia terbilang masih rentan. “Kalau ada sengketa dengan menggunakan hukum international, kita bisa repot,” imbuh Siti.

Lantaran itu, ia mengusulkan dibentuk suatu badan khusus yang mengurusi penanganan pulau terpencil. Badan tersebut wajib memiliki kekuatan untuk mengoordinasikan sejumlah instansi bagi pengembangan potensi warga di pulau.

Pasalnya, sudah bukan rahasia lagi, bila kesejahteraan warga di pulau terluar tidak tergarap dengan apik oleh pemerintah. Ini adalah kelemahan paling mendasar Indonesia bila bertarung di sidang international.

Titik lemah lain adalah pihak Departemen Luar Negeri yang menjadi ujung tombak perundingan, sangat minim diberi pasokan informasi soal pemetaan wilayah yang baik, pengetahuan hukum interantional yang baik, dan lainya.

Sumber: Media Indonesia

Daftar pulau-pulau terluar indonesia yang lain berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 bisa dilihat di
Daftar pulau terluar Indonesia .


E-mail Newsletter

Sign up now to receive updates from us.

Article Menu

Popular Posts

Recent comments

© 2014 Mas Han. Designed by Bloggertheme9.
Proudly Powered by Blogger.